Muslim Uighur Pertanyakan Bungkamnya Pemerintah Indonesia dan Ormas Islam

Sikap ormas-ormas Islam dan juga pemerintah Indonesia yang dinilai cenderung ‘bungkam’ atas dugaan pelanggaran HAM (Hak Asasi Manusia0 pada etnik minoritas Uighur yang terjadi di Xinjiang, China, dianggap ada urusannya dengan ekonomi.

Pemerintah dan Ormas Islam Indonesia ‘Bungkam’: Alasan Ekonomi?

Adanya dugaan tersebut lantas langsung dibantah oleh perwakilan pemerintah yang menyebutkan bahwa Indonesia melakukan usaha ‘pendekatan diplomasi lunak yang proporsional’ pada masalah itu. Tudingan tersebut mulanya diberitakan sebuah surat kabar Amerika Serikat berdasarkan pada hasil penelitian lembaga kajian Institute for Policy Analysis of Conflict (IPAC) yang berjudul Explaining Indonesia’s Silence on The Uighur Issue yang mana dirilis pada bulan Juni lalu.

Wakil Sekjen PBNU (Pengurus Besar Nahdlatul Ulama) yang juga menjadi juru bicara wakil presiden Indonesia, Masduki Baidlowi, membantah bahwa adanya isu organisasinya yang dirayu oleh China yang terkait dengan Muslim Uighur.

Ia pun menegaskan bahwa pemerintah Indonesia tak bersikap lantang atau yang disebutnya sebagai ‘megaphone diplomacy’ dan malah menempuh jalan yang sebaliknya, dengan pendekatan diplomasi lunak. “Indonesia mengambil sikap soft diplomacy yang proporsional. Soft diplomacy ini bukan berarti lemah, kami juga lakukan langkah-langkah,” ungkap Masduki dilansir dari BBC Indonesia hari Rabu (18/12) kemarin.

Ratusan ribu Muslim Uighur dilaporkan dipenjara di beberapa kamp untuk menjalani yang disebut dengan pencucian otak walaupun pemerintah China mengatakan bahwa mereka mendapatkan pelatihan secara suka rela.

‘Tak Berdasar’ dan ‘Fitnah’

Sebelumnya dilaporkan oleh Wall Street Journal yang dikutip dari BBC Indonesia bahwa pemerintah China sendiri mendanai sekelompok delegasi asal Indonesia yang mana terdiri dari organisasi Islam dan juga wartawan untuk berkunjung ke Xinjiang dalam usaha meraih dukungan internasional serta meraih opini public.

Tudingan bahwa ada 2 ormas Islam terbesar Indonesia yang dibungkam dengan gelontoran dana dari pemerintah China supaya tak menyuarakan penderitaan Muslim Uighur di Xinjiang, China, langsung saja dibantah oleh Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah. Akan tetapi, Wakil Sekjen PBNU, Masduki Baldlowi menyebutkan bahwa tudingan itu ‘tidak lah benar.’

Ia berasalan bahwa kunjungan perwakilan organisasinya bersama dengan MUI (Majelis Ulama Indonesia) dan Muhammadiyah pada bulan Februari silam bertujuan untuk memastikan pemberitaan adanya dugaan pelanggaran HAM berat dan juga adanya kamp-kamp konsentrasi yang mana didedikasikan untuk para Muslim Uighur di Xinjiang.

“Setelah sampai sana, ternyata memang ada sebagian pemberitaan itu benar, ada yang tidak. Memang tidak ada kamp konsentrasi yang dibayangkan ada penyiksaan segala macam, karena yang terjadi itu semacam kelas pelatihan yang sangat besar. Orang-orang yang terpapar radikalisme memang dilatih vokasi,” ungkapnya.

“Namun yang menjadi problem buat kami, sudara-saudari Muslim kami di sana tidak mendapatkan hak sepenuhnya, terutama dalam hal beribadah. Ini yang menjadi sorotan buat kami,” imbuhnya lagi.

Organisasi Islam terbeasr kedua di Indonesia, Muhammadiyah, juga membantah isu ini dan menyebutkan bahwa tudingan ini “tidak berdasar” dan hanya lah “fitnah.”

Abdul Mu’ti selaku Sekjen Muhammadiyah mengakui bahwa kunjungan perwakilan organisasinya bersama dengan MUI dan NU ke beberapa pusat pelatihan untuk Muslim Uighur di daerah Xinjiang pada Februari lalu itu diadakan atas undangdan pemerintah China. Ia pun menegaskan kunjungan tersebut tak membuat sikap pola gacor mereka pada pelanggaran HAM jadi melunak begitu saja. “Sikap Muhammadiyah tak pernah berbuah. Muhammadiyah akan senantiasa menyampaikan sikap dan juga pandangannya berdasarkan prinsip-prinsip dakwah amar ma’ruf nahi mungkar.”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *